MEDAN – Pemerintah tengah
mengejar pembangunan infrastruktur, salah satunya Jalan Tol Trans
Sumatera. Secara total, pembangunan yang membentang dari Aceh hingga
Lampung ini dirancang sepanjang 2.800 kilometer.
Dari total ini, sepanjang 825 kilometer menjadi prioritas
pembangunan yang membutuhkan dana sekurang-kurangnya hampir Rp 60
triliun.
“Ini possible karena kan 5 tahun. Jadi kalau Rp 60 triliun
dibagi 5, Rp 12 triliun per tahun,” ujar Direktur Jenderal Bina Marga
Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR), Hediyanto W Husaini di Medan, Senin (29/2/2016).
Dana ini berasal dari berbagai sumber, antara lain Badan Layanan Umum
(BLU). Namun, kata Hediyanto, dana tersebut tidak mudah untuk dicairkan
oleh Kementerian Keuangan (Menkeu). Pasalnya, dana BLU ini berasa di
dalam neraca pendapatan, sementara pembangunan tol masuk di dalam neraca
barang.
Untuk itu, pembangunan tol harus dipindahkan ke neraca pendapatan
lebih dulu. Sedangkan proses pemindahan ini tidak bisa diprediksi
memakan waktu berapa lama.
“Itu ada teknik-teknik keuanganlah. Uang ini bukan uangnya
pemerintah, jadi tidak bisa otomatis langsung kita pakai,” kata
Hediyanto.
Selain BLU, ada kemungkinan pemerintah melirik sumber pembiayaan
lainnya, yaitu dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan.
Namun, Hediyanto juga tidak bisa memastikan apakah dana BPJS Ketenagakerjaan ini dapat digunakan untuk mendanai pembangunan tol.
Penulis | : Arimbi Ramadhiani |
Editor | : Hilda B Alexander |
Sumber : KOMPAS.com